Jumat, 04 Februari 2011

SEJARAH JARANAN

SEJARAH JARANAN
Menurut sejarah, asal muasal seni jaranan atau jaran kepang diangkat dari dongeng rakyat tradisional Kediri tepatnya pada Pemerintahan Prabu Amiseno yaitu Kerajaan Ngurawan, salah satu kerajaan yang terletak di Kediri sebelah timur Sungai Brantas. Konon sang Prabu berputera seorang putrid yang sangat cantik nan rupawan tiada banding yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata yang diberi nama Dyah Ayu Songgolangit. Tidak mengherankan kalau kecantikan Songgolangit tersohor di seantero jagad sehingga banyak raja dari luar daerah Kediri yang ingin mempersuntingnya.


Sonngolangit mempunyai adik laki-laki yang berparas tampan, terampil dan trengginas dalam olah keprajuritasn, bernama Raden Tubagus Putut. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan Raden Tubagus Putut mohon pamit pada ayahandanya untuk berkelana dan menyamar sebagai masyarakat biasa. Sementara itu di Kerajaan Bantar Angin yang dipimpin oelh Prabu Kelono Sewandono, Raden Tubagus Putut berminat mengabdi/Suwito. Berkat kemampuannya dalam olah keprajuritan ia diangkat menjadi patih kerajaan dan diberi gelar Patih Pujonggo Anom. Prabu Kelono Sewandono mendengar kecantikan Dyah Ayu Songgo Langit dan ingin meminangnya, maka diutuslah Patih Pujonggo Anom untuk melamar ke Kediri. Sebelum berangkat ke Kediri Pujonggo Anom memohon petunjuk kepada Sang Dewata agar dirinya tidak diketahui oleh ayahandanya maupun kakaknya.


Di kerajaan Ngurawan banyak berdatangan para pelamar diantaranya Prabu Singo Barong dari Lodoyo yang didampingi patihnya Prabu Singokumbang. Kedatangan Pujonggo Anom untuk melamar membuat terkejut Songgolangit, karena meskipun Pujonggoanom memakai topeng, ia mengetahui bahwa itu adiknya sendiri. Songgolangit menghadap ayahandanya menyampaikan bahwa Pujonggo Anom itu putranya sendiri. Mendengar penuturan itu maka murkalah sang ayah. Kemudian sang Prabu mengutuk Pujonggo Anom bahwa topeng yang dikenakan pada wajahnya tidak bisa dilepas dari wajahnya. Pujonggo Anom mengatakan pada Songgolangit bahwa lamarannya itu sebetulnya untuk rajanya yaitu Prabu Kelono Sewandono. Akhirnya Songgolangit mengeluarkan suatu Patembaya (sayembara) yang isinya: Dia menginginkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah; Barang siapa dapat membuat tontonan yang belum ada di jagad ini, dan bilamana digelar dapat meramaikan jagad; serta Pengarak manten menuju ke Kediri harus �nglandak sahandape bantala� (lewat bawah tanah) dengan diiringi tetabuhan. Barang siapa yang bisa memenuhi permintaan tersebut maka si pencipta berhak mempersunting Dewi Songgolangit sebagai permaisuri.
Pujonggo Anom melaporkan permintaan Songgolangit kepada Prabu Kelono Sewandono. Karena merasa cukup sulit, akhirnya keduanya bersemedi memohon petunjuk Sang Dewata Agung. Dewata memberikan bahan berupa bantang bamboo, lempengan besi serta sebuah cambuk yang disebut Pecut Samandiman. Adapun batang bamboo digunakan untuk membuat kuda kepang yang melambangkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah, lempengan besi dijadikan bahan tetabuhan yang enak didengar. Dalam waktu singkat Kelono Sewandono beserta Pujonggo Anom sudah bisa memenuhi patembaya Dewi Songgolangit.
Akhirnya pasukan prajurit penunggang kuda dari Bantar Angin menuju Kerajaan Kediri dengan diiringi tetabuhan bisa menjadi tontonan yang belum pernah dilihat oelh masyarakat Kediri. Maka mulailah kesenian itu diberi nama Tari Jaran Kepang yang terdiri dari empat orang sebagai penari yang menggambarkan punggawa kerajaan ang sedang menunggang kuda dalam tugas mengawal raja. Tarian tersebut diiringi oleh satu unit musik gamelan jawa berupa ketuk, kenong, kempol, gong suwukan, terompet, kendang dan angklung. Di lain pihak Prabu Singo Barong merasa kedahuluan oleh Prabu Kelono Sewandono, maka marahlah Singo Barong dan terjadilah perang. Kelono Sewandono unggul dalam peperangan berkat pecut Samandiman. Singo Barong pasrah kepada Kelono Sewandono dan sanggup menjadi pelengkap dalam pertunjukkan jaranan yang digelar di Kerajaan Kediri, karena pada dasarnya mereka sangat menyukai musik gamelan. Dengan bergabungnya Singo Barong dan patihnya Singo Kumbang (celeng) maka genaplah penari jaranan berjumlah enam orang hingga sekarang ini.
Selain seperangkat gamelan, pagelaran jaranan juga membutuhkan sesaji yang harus disediakan dari sang dalang jaranan yang lazim disebut �Gambuh� antara lain: Dupa (kemenyan yang dicampur dengan minyak wangi tertentu kemudian dibakar), Buceng (berisi ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja), Kembang Boreh (berisi kembang kanthil dan kembang kenongo), Ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat), Kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diadu dengan tembakau). Selanjutnya sang gambuh dengan mulut komat-kamit membaca mantera sambil duduk bersila di depan sesaji mencoba untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan meminta agar menyusup ke raga salah satu penari jaranan. Setelah roh yang dikehendaki oleh Sang gambuh itu hadir dan menyusup ke raga salah satu penari maka penari yang telah disusupi raganya oleh roh tersebut bisa menari dibawah sadar hingga berjam-jam lamanya karena mengikuti kehendak roh yang menyusup di dalam raganya. Sambil menari, jaranan diberi makan kembang dan minum air dicampur dengan bekatul bahkan ada yang lazim makan pecahan kaca semprong.
Di Kediri kesenian Jaranan sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu penting, acara peresmian maupun pesta-pesta keluarga, terlebih untuk acara yang berlangsung pada bulan Suro
 

JARANAN


Jaranan

Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi
Langsung menyang: pandhu arah, golèk
Tembang iki lumrahe dinyanyeake bocah-bocah cilik sinambi nganggo jaran kepang.
Jaranan
jaranan-jaranan jarane jaran teji
sing numpak ndara bei
sing ngiring para mantri
jeg jeg nong..jeg jeg gung
prok prok turut lurung
gedebug krincing gedebug krincing
prok prok gedebug jedher









"JARANAN RISKY BUDOYO" NGANJUK tembang 6.DAT

Rabu, 19 Januari 2011

REOG PONOROGO

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah

Pertunjukan reog di Ponorogo tahun 1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan bujangganong.
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok [1], namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya [2]. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya [3] .
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturu

Pementasan Seni Reog

Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Kontroversi

Foto tari Barongan di situs resmi Malaysia, yang memicu kontroversi.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan[4]. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia",[5][6] dan diakui sebagai warisan masyarakat dari Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.[7] Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo.[8] Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta.[9] Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.[7]
Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut [10].
nan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Reog Ponorogo - Kota Tua

Sabtu, 15 Januari 2011

kata mutiara

KATA-KATA MUTIARA

Hidup adalah petualangan yang sangat besar. Wahai diriku dan segenap bagian dari diriku, Marilah, mari belajar untuk hidup dari hal yang terkecil dalam segala aspek kehidupan, maka pasti akan menjadi orang besar. Dan selalu menghidupkan hati untuk selalu ingat, memuji, dan berdzikir adalah kunci abadi di dunia dan di akhirat.



Sebelum sampai pada tujuan, jangan pernah sekali-kali menoleh atau bahkan terbuai dengan hal-hal yang bukan merupakan tujuan anda, karena kesempatan tidak akan datang dua kali, kalaupun ada maka pasti akan terasa sangat berat untuk melangkah kembali.


Seorang laki-laki akan benar-benar dikatakan laki-laki sejati bilamana ia berani menghadapi peperangan, peperangan dalam pengendalian diri dan peperangan dalam pengendalian hawa nafsunya.


Jangan jadikan apa yang ada di dunia ini sebagai penghalang kita menuju keabadian, tapi jadikanlah apa yang ada di dunia ini menjadi pemacu kita menuju keabadian.

Ketika kita sadar bahwa hidup di dunia ini selalu dihadapkan pilihan-pilihan yang tentu tidak mudah.”susah selamanya atau bahagia selamanya. hidup untuk sebuah perjalanan atau perjalanan untuk sebuah kehidupan. hidup untuk sebuah kesuksesan atau sukses karena menemukan kehidupan. kehidupan untuk kematian atau kematian untuk sebuah kehidupan”. Cermat dan waspada adalah kuncinya.

Wayang Kulit (Dewa Ruci by Ki Manteb, 2/10)

Wayang Kulit

Wayang Kulit

Wayang Kulit

 


Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.
Cerita wayang merupakan cerita yang menceritakan kehidupan manusia, Sunan Kalijaga menggunakan media wayang untuk menyebarkan agama di tanah jawa. Manusia adalah dalang untuk dirinya sendiri, mau ke mana dan akan seperti apa itu terserah dari dalangnya yaiutu diri kita sendiri.